Bermula dari sebuah usaha dengan brand “Manikam
Indonesia”, sejak tahun 2009 saya mencoba mengangkat sebuah produk batik
ekslusif bergaya kontemporer. Produknya memiliki kekuatan pada konsep,
material, visual serta detail yang banyak bermain dengan prada dan aplikasi
bordir kerancang. Produk batik premium ini menyasar segmentasi market untuk
kalangan menengah ke atas, seperti para kolektor batik dan pecinta wastra.
Aplikasi produk antara lain dress dan kemeja batik,
sekaligus aksesoris penunjangnya berupa kalung-kalung yang dibuat dari hasil
eksplorasi bahan perca batik. Melalui berbagai event pameran, bazar,
konsinyasi dengan beberapa mall serta memanfaatkan media sosial seperti twitter
dan facebook, produk Dwaya Manikam pun mendapat respon yang positif.
Setelah hampir kurang lebih 3 tahun usaha ini berjalan, di awal tahun 2012 Fajar membuat sebuah program yang meniru konsep CSR dengan nama Dwaya Manikam “Start Empathy”. Program ini terpikir karena pengalaman saya seringnya melihat dan berinteraksi langsung dengan masyarakat di kawasan pemukiman padat penduduk Cicadas-Bandung. Ada banyak kelompok masyarakat yang menjadi buruh gunting karet dengan upah Rp 10 perak saja per buah. Atau ada juga yang menjadi buruh melepaskan kulit kabel yang upahnya dihargai Rp 5.000 untuk per-3 kg kabel.
Kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan, namun seolah telah menutup kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki agar dapat terus berkembang sebagai individu. Tergerak melihat hal itu, maka mulailah Fajar menginisiasi program tersebut dengan memberdayakan masyarakat untuk tujuan menciptakan kelompok masyarakat yang mandiri, kreatif dan sejahtera. Mereka dibekali keterampilan dasar menjahit, menjelujur, dan bereksplorasi menciptakan variasi bentuk aksesoris serta dilatih juga tentang keberanian memilih kombinasi warna agar potensi yang dimilikinya teroptimalkan.
Setelah hampir kurang lebih 3 tahun usaha ini berjalan, di awal tahun 2012 Fajar membuat sebuah program yang meniru konsep CSR dengan nama Dwaya Manikam “Start Empathy”. Program ini terpikir karena pengalaman saya seringnya melihat dan berinteraksi langsung dengan masyarakat di kawasan pemukiman padat penduduk Cicadas-Bandung. Ada banyak kelompok masyarakat yang menjadi buruh gunting karet dengan upah Rp 10 perak saja per buah. Atau ada juga yang menjadi buruh melepaskan kulit kabel yang upahnya dihargai Rp 5.000 untuk per-3 kg kabel.
Kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan, namun seolah telah menutup kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki agar dapat terus berkembang sebagai individu. Tergerak melihat hal itu, maka mulailah Fajar menginisiasi program tersebut dengan memberdayakan masyarakat untuk tujuan menciptakan kelompok masyarakat yang mandiri, kreatif dan sejahtera. Mereka dibekali keterampilan dasar menjahit, menjelujur, dan bereksplorasi menciptakan variasi bentuk aksesoris serta dilatih juga tentang keberanian memilih kombinasi warna agar potensi yang dimilikinya teroptimalkan.
Salah satu produk Dwaya Manikam yaitu aksesoris berupa
kalung batik yang merupakan contoh produk awal yang diperkenalkan kepada
masyarakat tersebut, dengan permulaan terhadap 5 orang ibu rumah tangga di
kawasan Cicadas-Bandung, dengan upah kerja berkisar antara Rp 5.000 sampai Rp
7000 perbuah. Mereka dapat mengerjakan di sela waktu luang kesibukan rumah
tangga. Ke depannya akan lebih banyak masyarakat yang kami bantu sehingga
mampu menjadikan kawasan Cicadas sebagai kampung kreatif dan mandiri.
Edited : Lina Lisnawati
Sumber :
http://www.the-marketeers.com/archives/dwaya-manikam-batik-premium-asal-bandung.html
0 comments:
Posting Komentar