Indonesia
patut berbangga memiliki anak muda yang penuh dengan prestasi yang pantas di
acungi jempol. Salah satunya adalah Irfan Amalee. Sudah lebih dari 10 tahun
beliau bekerja di industri perbukuan untuk anak dan terlibat dalam pekerjaan
sosial sebagai pencipta media kurikulum untuk perdamaian. Hebatnya, kurikulum
ciptaannya tersebut juga dipakai di luar negeri.
Pemuda
asal Bandung ini adalah pemenang International Young Creative Entrepreneur (IYCE)
Communication Award 2009. Pada saat itu beliau merupakan redaktur Mizan,
penulis, movie maker, dan juga instruktur perdamaian yang peduli pada pola asuh
dan perkembangan remaja. Irfan sangat yakin bahwa perdamaian merupakan cara
membangun peradaban yang lebih baik. ia juga percaya bahwa kita harus membangun
jembatan perdamaian dan merobohkan tembok-tembok kekerasan, sebagaimana
pidatonya dalam Penerimaan Award for Multiculturalism dari Universitas Atmajaya
Yogyakarta.

Kurikulum tersebut akhirnya diwujudkan dalam sebuah modul
yang diharapkan dapat menjadi panduan sswa disekolah-sekolah yang
menggunakannya. Modul pendidikan perdamaian ini berisi 12 nilai perdamaian,
yaitu :
1. Menerima
diri (proud to be me)
2. Prasangka
(no suspicion no prejudice)
3. Perbedaan
etnis (different culture but still
friends)
4. Perbedaan
agama (different faiths but not enemies)
5. Perbedaan
jenis kelamin(male and female both are
human)
6. Perbedaan
status ekonomi (rich but not pround, poor
but not embarrassed)
7. Perbedaan
kelompok atau geng (gentlemen don’t need
to be gangsters)
8. Keanekaragaman
(the beauty of diversity)
9. Konflik
(conflict can help you grow)
10. Menolak
kekerasan (use your brain not your brawn)
11. Mengakui
kesalahan (not too proud to admit
mistakes)
12. Memberi
maaf (don’t be stingy when forgiving
others)
Kurikulum
damai ini diterapkan dengan mengenyampingkan perbedaan-perbedaan seperti ras,
suku, agama, atau status sosial. Adapun cara yang dilakukan untuk mewujudkan
hal tersebut adalah dengan mempertemukan orang-orang yang berbeda latarbelakang
ini dalam berbagai acara, seperti salah satunya adalah Kick the Hate yaitu turnamen futsal antar peace generation dari beberapa kota. Begitulah cara peace generation dalam membangun
jembatan-jembatan kecil di berbagai bidang. Contoh lain, mereka juga menyatukan
sekolah-sekolah yang berbeda untuk melakukan aktivitas menanam pohon bersama di
lahan-lahan tandus dalam sebuah acara Plant the Peace. Taste the Peace adalah
festival makanan dari berbagai budaya. Talk the Peace menghadirkan
pembicara-pembicara inspiratif yang akan membagikan pengalaman mereka dalam
aktivitas perdamaian. Read the Peace sebuah ajang mengapresiasi karya karya
tulis yang mengangkat tema-tema perdamaian.
Irfan
Amalee percaya bahwa berbagai acara Peace
Generation jika dikelola secara professional akan berbuah manis dan
bemanfaat sangat banyak. Dari The Peace Generation Project yang diawalinya
tahun 2007, ia kini memimpin sendiri kelompok kecil di Mizan Pelangi yang
membuat modul pelatihan perdamaian. Program ini mencakup pelatihan untuk
pelatih, guru, dan fasilitator komunitas dari dalam dan luar negeri. Mereka
kemudian melatih ratusan orang untuk dapat mendistribusikan modul-modul yang
dibuat dari rumah ke rumah dan mempromosikannya ke berbagai sekolah terutama di
daerah-daerah konflik.
Irfan
sudah berhasil membangun jaringan berjumlah puluhan ribu pelajar agen
perdamaian di seluruh Indonesia. Mereka kemudian membangun wirausaha komunitas
seperti toko buku, pusat pelatihan dan klub buku yang tiap bulannya bisa beromzet
puluhan juta rupiah. Impian Irfan tidak terlalu muluk, ia ingin melahirkan
100.000 anak muda di Indonesia yang menjadi komunitas penggerak
perdamaian.
By : Indah
Permata
Sumber
:
Gambar:
http://globalpeaceyouth.org/global-connection/info/speakers/
0 comments:
Posting Komentar