Suti Rahayu: Sejahtera Bersama Singkong

Berawal dari keprihatinan dengan potensi singkong di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Suti Rahayu (58) menjadi rujukan ratusan ibu rumah tangga, peneliti, hingga petani dalam dan luar negeri. Mimpinya membawa singkong menopang hidup masyarakat Indonesia. 
Potensi singkong di Gunung Kidul terbilang besar, mencapai 850.000 ton per tahun dengan harga jual Rp. 1.000; per kilogram. Pada saat itu (sebelum tahun 2003) singkong lebih banyak diolah menjadi gaplek atau sekadar menjadi makanan ternak.
Suti Rahayu (kanan)
Menurut Suti Rahayu, singkong tidak hanya dapat menambah penghasilan ekonomi, singkong bisa ikut berperan memperkuat ketahanan pangan masyarakat Indonesia. Ia menemukan fakta banyak ibu-ibu di sekitar tempat tinggalnya yang menganggur. Akibatnya tidak sedikit di antara mereka hidup dalam keterbatasan karena hanya bergantung pada penghasilan suami. Mayoritas warga Sumberjo bekerja sebagai petani dengan pendapatan kurang dari Rp 1 juta per bulan.
Suti pun kemudian berpikir untuk menggabungkan keduanya untuk hasil yang lebih baik. Dia tidak berhenti hanya pada wacana, Suti segera mencari jalan untuk memberdayakan masyarakat di sekitarnya.
Awalnya tidak mudah memperkenalkan makanan olahan singkong kepada ibu-ibu. Sebagian besar beralasan, mereka tidak bisa membagi waktu dengan kesibukan di rumah. Suti tidak menyerah. Lewat arisan dan simpan-pinjam ia selalu menawarkan emping melinjo yang ia buat dan pasarkan sebelumnya. Perlahan 
Perlahan mereka melihat keuntungan dari penjualan emping melinjo yang dijual Rp 10.000 per kilogram, kemudian 21 orang menyatakan ingin belajar. Nama Putri 21 diambil dari jumlah keanggotaan kami saat itu. Pengembangan pertama adalah emping melinjo dan keripik pisang.
Salah satu pelajaran berharganya adalah pengolahan mocaf (modified cassava flavour). Mocaf adalah tepung singkong yang sudah menjalni proses fermentasi. Modifikasi itu ampuh mendongkrak nilai ekonomi singkong. Ia mencontohkan, harga jual singkong kini hanya Rp 1.000 per kg. Bila singkong diolah menjadi tepung mocaf, harganya mencapai Rp 6.000 per kg. Nilai ekonominya bahkan lebih tinggi bila tepung mocaf diolah menjadi kue kering. Satu kilogram mocaf cukup untuk membuat 2 kilogram kue kering yang dijual Rp 30.000 per kg.
Sejalan dengan mimpinya, usaha pembuatan tepung mocaf dan makanan olahannya perlahan memberikan keuntungan bagi ratusan petani singkong Gunung Kidul. Saat ini, sebanyak 22 kelompok tani singkong dan umbi-umbian di Gunung Kidul menjadi mitra kerjanya. Dalam sebulan, ia membutuhkan 8 ton singkong untuk bahan baku usahanya. Kiprah Putri 21 juga memicu munculnya pabrik pengolahan mocaf di lima kecamatan di Gunung Kidul.
Lewat berbagai percobaan, ia hanya mengambil kulit arinya. Selanjutnya, lewat proses fermentasi dan pengolahan bersama tepung mocaf, kulit singkong tersebut dijadikan keripik. Bukan hanya mocaf dan kulit singkong, Putri 21 juga mengembangkan sekitar 30 jenis makanan olahan berbahan umbi-umbian, kacang-kacangan, hingga bonggol pisang.

Edited by Tundzirawati

Sumber: http://sutarko.blogspot.com/search?updated-min=2012-01-01T00:00:00-08:00&updated-max=2013-01-01T00:00:00-08:00&max-results=50

0 comments:

Posting Komentar