Muslikhin Kusma : Pengembangan daerah pedesaan bagi perempuan dan anak-anak

0 comments

Sebagian besar kaum lelaki dari daerah miskin di dataran tinggi Gunung Kidul dekat Yogyakarta bekerja di kota. Kaum perempuannya ditinggalkan dan terperangkap dalam pola mempertahankan hidup yang mendasar, sedangkan anak-anaknya meninggalkan sekolah pada usia dini untuk membantu ibu mereka.
Muslikhin Kusma
Muslikhin mendirikan organisasi Yayasan Pengembangan Desa Terpadu BINA DESA, yang berupaya memngubahkan kecenderungan ini dengan cara membantu kaum perempuan di sana mengembangkan rasa percaya diri dan juga ketrampilan praktis melalui kelompok belajar dan diskusi. Ia juga telah membangun perpustakaan yang inovatif dan program berbasis relawan yang memberikan layanan pendidikan informal kepada anak-anak putus sekolah.
Program ini dapat dengan mudah direplikasi dan melibatkan lulusan sekolah menengah di pedesaan untuk membantu anak-anak setiap minggu. Para relawan ini menggunakan bahan dari perpustakaan untuk membantu anak-anak didik mereka dalam menjelajahi dunia di luar desa mereka sendiri. Anak-anak tersebut dapat mencapai tingkat kemampuan membaca yang berarti dan senantiasa ditantang secara intelektual; sedangkan para relawan memperoleh tanggung jawab dan rasa hormat. Kelak, para relawan dapat mengembangkan perpustakaan mereka sendiri sehingga menyebarluaskan proyek ini di daerah lain.

Edited by Lina Lisnawati

Gambar : http://keuanganlsm.com/muslikhin-kusma/

Business Model Canvas (BMC) : Membantu Perencanaan Kewirausahaan Sosial

0 comments

Untuk memulai sebuah wirausaha, terutama wirausaha sosial yang memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dari pada kewirausahaan biasa memerlukan sebuah model perencanaan. Menurut Hery Wibowo, S.Psi., MM, kewirausahaan sosial adalah sebuah praktik kewirausahaan (bisnis) yang bertujuan untuk sebesar-besarnya kebermanfaatan sosial. Kewirausaahaan sosial juga merupakan praktik bisnis maka memerlukan sebuah model untuk perencanaan bisnis yang akan dimulainya. Salah satu model untuk merencanakan sebuah usaha atau bisnis adalah Business Model Canvas (BMC).
Bisnis Model Kanvas adalah salah satu alat untuk membantu melihat lebih akurat bagaimana rupa usaha yang sedang atau akan dijalankan. Berikut ini adalah komponen dari Business Model Canvas (BMC).
  1. Customer Segments (segmen pelanggan) yaitu menjelaskan siapa saja target-target pelanggan. Apakah memang untuk pasar masal, pasar tertentu yang tersegmentasi, pasar yang bersifat lebih khusus, atau yang seperti apa? Segmentasi dapat ditujukan kepada lebih dari satu pelanggan. Mendeskripsikan segmen pelanggan akan menentukan apa produk dan jasa yang nantinya akan diberikan kepada pelanggan.
  2. Value proposition (nilai yang ditawarkan) yaitu keseluruhan gambaran produk atau jasa yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan para customer, manfaat yang ditawarkan kepada segmen pasar yang dilayani. Nilai-nilai tambah apa saja yang bisa diberikan terkait untuk membantu pelanggan memenuhi kebutuhannya.
  3. Channels (saluran) yaitu yaitu bagaimana cara agar produk, jasa, dan nilai tambah yang kita ciptakan ini disadari, dibeli, dan sampai ke tangan customer sesuai dengan apa yang kita janjikan. Channels merupakan sarana bagi organisasi untuk menyampaikan value proposition kepada customer segment yang dilayani. Channels berfungsi dalam beberapa tahapan mulai dari kesadaran pelanggan sampai ke pelayanan purna jual.
  4. Revenue stream (aliran pendapatan) yaitu penjelasan tentang apa saja hal-hal yang membuat bisnis mendapatkan pemasukan dari para pelanggannya.
  5. Customer Relationship (hubungan dengan pelanggan) yaitu menjaga hubungan atau menjalin ikatan dengan pelanggan agar pelanggan merasa nyaman dan dekat.
  6. Key Activities (aktivitas utama) yaitu aktivitas atau proses kunci yang ada di bisnis tersebut. Merupakan kegiatan utama untuk dapat menjalankan atau menciptakan value proposition.
  7. Key Resources (sumber daya utama) yaitu sumber daya kunci atau utama yang diperlukan dalam menciptakan nilai tambah bagi para pelanggan, sumber daya yang miliki yang digunakan untuk mewujudkan value proposition. Sumber daya umumnya berwujud manusia, teknologi, peralatan, channel maupun brand
  8. Key Partners (partner utama) yaitu berhubungan dengan supplier, distributor, atau partner dalam hal lain.
  9. Cost structure (struktur pembiayaan) yaitu penjelasan mengenai struktur-struktur biaya yang terlibat dan dikeluarkan dalam bisnis, baik itu fixed and variable cost, maintenance cost, operational cost, dan lain sebagainya. Komposisi biaya untuk mengoperasikan organisasi mewujudkan value proposition yang diberikan kepada pelanggan. Struktur biaya yang efisien, menjadi kunci besarnya laba yang diperoleh.

By: Tundzirawati

Sumber:
http://www.academia.edu/8478333/MODEL_BISNIS
http://ppm-manajemen.ac.id/business-model-canvas/
http://www.academia.edu/4105984/Hery_Wibowo_Globalisasi_Budaya_lokal_dan_Kewirausahaan_Sosial
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/09/27/semarak-diskusi-kewirausahaan-dan-peluncuran-community-entrepreneurs-challenge-cec-596230.html

Masril Koto : LKMA Prima Tani

0 comments

Masril Koto
Masril Koto adalah social entrepreneur yang membidani kelahiran Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Prima Tani di Sumetera Barat. Awalnya, Masril ingin membantu para petani untuk lebih memproduktifkan lahan pertaniannya. Kini, LKMA Prima Tani sudah memiliki 500 unit yang tersebar di Sumatera Barat. Masril Koto menuturkan lika-liku pembentukan LKMA Prima Tani kepada Radito Wicaksono dari SWA. 
Saat itu banyak petani di Baso yang beralih untuk bertanam ubi jalar, karena ubi jalar lebih mudah ketimbang pisang dan jahe. Ubi jalar yang dihasilkan di kampung kami itupun ternyata cukup baik. Pemerintah pun melihat hal tersebut dan lantas memberikan pelatihan kepada para petani di kampung kami bagaimana cara menanam ubi jalar.
Ketika sedang bertani tersebut, Masril sering bertemu dan berkomunikasi dengan petani-petani lainnya. Dari hasil diskusi tersebut,  terdapat keluhan-keluhan yang sama di antara petani-petani tersebut. Mereka selalu mengeluhkan permasalahan tentang modal. Mereka ingin memperluas kebun mereka dan meningkatkan hasil panen mereka, namun terkendala di urusan modal.
Masril mencoba membantu membuat koperasi, namun ditolak mereka karena sebagian besar dari mereka sudah tidak percaya lagi dengan koperasi. Mereka menganggap koperasi hanya menguntungkan para pengurusnya saja. Hanya ketua, wakil, sekretaris, dan bendahara saja yang akan mendapatkan keuntungan.
Masril terpikir untuk membangun sebuah bank khusus bagi petani. Alasannya karena banyak petani yang percaya dengan sistem bank, namun mereka tidak berani ke bank. Bagi mereka, bank hanya diperuntukan bagi orang-orang yang rapi saja. Ditambah lagi, mereka tidak ingin menemukan ketentuan-ketentuan yang rumit dari bank.
Dari sanalah  Masril bertekad untuk membuat bank. Langkah awal, berusaha mencari informasi sebanyak-banyaknya bagaimana cara untuk membuat bank. Masril  pergi ke berbagai macam bank yang ada di Sumatera Barat. Masril  datang ke berbagai macam seminar tentang perbankan. Padahal ketika itu saya tidak memiliki biaya yang banyak untuk mencari informasi mengenai perbankan ini. 
Pengalaman-pengalaman buruk sempat Masril temui. Mulai dari kondisi perjalanan ke kota yang cukup jauh dan sulit, kehabisan uang, kena tilang, hingga dibohongi oleh pihak dari salah satu bank. Namun, semua terbayarkan ketika Masril bertemu dengan orang dari Bank Indonesia di sebuah seminar yang diadakan oleh Bank Indonesia. Selain itu, ada Pak Joni dari Dinas Pertanian Sumatera Barat yang turut membantu untuk membentuk sebuah bank tani. Dari situlah akhirnya terbentuk sebuah lembaga keuangan bagi para petani di kampung kami.
Semua pihak mencoba mengembangkan lembaga keuangan ini. Hingga akhirnya keluarlah sistem saham di lembaga keuangan kami tersebut. Bahkan, ketika awal, banyak saham yang terjual, hingga menyentuh angka Rp 15.000.000. Ketika itu harga saham per lembarnya adalah Rp 100.000. Meski begitu, ada beberapa petani yang membeli saham tersebut dengan cara menyicil. Hingga lama-kelamaan, secara resmi lembaga keuangan ini berdiri.

Edited by Lina Lisnawati

Sumber : http://swa.co.id/entrepreneur/masril-koto-membangun-jaringan-lembaga-keuangan-mikro-di-sumatera-barat
Gambar : www.satuislam.org

Johanna Armgrad Patiasina (alm) : Pemberdayaan Perempuan Pedesaan

0 comments

Johanna merintis kegiatan sosial tahun 1979 sebagai sekretaris pelaksana pada Badan Kerjasama Penyuluhan Sumatera Utara (BKSP). Kegiatan utamanya adalah mengorganisir pelatihan pengembangan masyarakat di tingkat warga dan petugas lapangan. Karena sistem birokrasi pada BKSP yang dirasakan menghambat kreativitas dan upaya pemberdayaan rakyat, maka Johanna memutuskan untuk ikut mendirikan Yayasan Bina Insani. 
Peningkatan kesadaran perempuan serta kesejahteraan keluarga pedesaan (melalui kegiatan ekonomi keluarga skala kecil serta peningkatan kualitas sarana kesehatan dan sanitasi) adalah fokus tujuan dari semua aktivitas Johanna, terutama sejak menjadi Fellow tahun 1988. “Menciptakan panutan keluarga pedesaan” adalah target sederhana (tetapi jelas) dari Johanna. Tahun 1989 Johanna terpilih sebagai Pemuda Pelopor Nasional (1988).

By : Lina Lisnawati

Lilik Sulistyowati (Vera) : Pendampingan Pekerja Seks

0 comments

Lilik lahir di Ujung Pandang, 20 Mei 1959. Jauh sebelum mengenal keberadaan LSM, dia telah memiliki kepedulian tinggi sekaligus melakukan pendampingan terhadap perempuan pekerja seks komersial (PSK). Keberadaan para PSK yang tak lain merupakan korban dari mata-rantai pandangan bias budaya dan masyarakat serta kekerasan-kekerasan yang dihadapi oleh para PSK dalam kesehariannya, adalah pertimbangan utama bagi Lilik untuk mengalokasikan bagian terbesar dari waktu dan perhatiannya untuk para PSK.
Lilik Sulistyowati
Setelah ikut mendirikan dan aktif bekerja di Yayasan Prospektif, Lilik kemudian mendirikan dan memimpin Yayasan Abdi Asih. Berbagai pendekatan seperti: pengadaan ‘jamu sehat’, kelompok arisan, serta pendampingan terlibat, dilakukan Lilik untuk dapat memahami dengan lebih baik terhadap aneka masalah PSK. Sementara bermacam-macam kegiatan kongkrit diselenggarakannya sebagai bentuk pemberdayaan pada para PSK, seperti: dialog partisipatif, pelatihan, kursus, usaha skala kecil, dan sebagainya. Sedikitnya, telah seribuan perempuan PSK serta seratusan mucikari yang telah berinteraksi langsung dengan aktivitas Lilik.
Sekarang, dalam 15 tahun aktivitasnya mendampingi perempuan PSK, Lilik merupakan salah satu dari sedikit tokoh kunci bagi berbagai instansi dan aparat pemerintah, dokter, LSM, organisasi kemasyarakatan, lembaga sosial, pers, serta peneliti yang ingin memahami dan atau terlibat dalam upaya pendampingan / pengentasan perempuan PSK di wilayah Dolly dan Jarak, Surabaya. Melalui program utamanya “Pendampingan dan Pemberdayaan Pekerja Seks Komersial di Surabaya”


Edited by Lina Lisnawati