Waroeng Pintar Karya Sofyan Tan

0 comments

Sofyan Tan. Pria asal medan, Sumatera utara ini merasa masih ada jurang pemisah yang besar antara etnis-etnis dan agama di Indonesia. Untuk itulah ia medirikan sekolah multikultural di bawah Yayasan Pendidikan Sultan Iskandar Muda (YPSIM). Di sekolah yang ia dirikan tersebut, para siswa dibiasakan dengan kemajemukan. Ia membangun semua rumah ibadah di sekolah itu dan menjelang perayaan hari raya suatu agama para siswa juga dibiasakan berpartisipasi mendukung, mialnya dengan mendekor ruang kelas.
Selain sekolah, pria yang mendapat penghargaan sebagai tokoh Social Entrepreneur 2011 dari sebuah surat kabar nasional ini juga mendirikan Waroeng Pintar sebagai wadah interaksi warga Medan dan memfasilitasinya dengan berbagai macam buku. Tujuan didirikannya Waroeng Pintar ini untuk menjembatani berbagai perbedaan di Medan.Menurutnya, warung makanan dan minuman (ringan), atau sering disebut juga kedai minuman, biasanya dijadikan ruang untuk berinteraksi diantara sesama anggota masyarakat. Di warung, orang-orang saling bersosialisasi, bertukar informasi, berkeluh-kesah, berkelakar dan melakukan aktivitas-aktivitas kemanusiaan. Melihat potensi tersebut, Sofyan Tan tergerak untuk meningkatkan fungsi warung makan.
Konsep “Waroeng Pintar” adalah upaya menjadikan warung makan dan minum sebagai sumber untuk mencari pengetahuan dan informasi bagi para pelanggan dan masyarakat sekitar warung. Caranya dengan memberi tambahan fasilitas buku-buku bacaan, yang dapat dimanfaatkan secara gratis oleh pengunjung. Kelak, pengelola warung pintar juga dapat menyediakan akses internet murah untuk menambah pasokan informasi dari dunia maya. “Saat ini sudah ada 2 warung pintar di Medan,”jelasnya. Bantuan buku-buku terus-menerus mengalir dari berbagai kalangan masyarakat. Ia sendiri banyak menempatkan buku-buku yang diharapkan dapat mengilhami pengunjuung untuk saling menghormati perbedaan yang ada.

By: Adetya Nuzuliani

Sumber:
http://www.sofyantan.org/
http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1273496401/warung-pintar

Amin aziz, sang Perintis Ekonomi Syariah

0 comments

Amin Aziz merupakan salah satu tokoh yang berperan besar dalam sejarah perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Beliau termasuk cendikiawan yang pada tahun 1990 turut memperjuangkan berdirinya bank syariah pertama. Adalah Amin Aziz yang menjadi salah satu inisiator Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor pada tahun 1990. Semua dimulai dengan surat Amin menggunakan Yayasan Kajian Komunikasi Dakwah (YKKD) kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI). Intinya, saat itu Amin menawarkan diri agar diberi tugas MUI untuk menggelar lokakarya sekaligus diberi wewenang mencari dana. MUI yang ada saat itu sudah mendapatkan gambaran utuh mengenai bank Islam dari Karnaen Perwataatmadja, langsung mengiyakan permintaan Amin. Selanjutnya Amin didapuk menjadi Ketua Tim Panitia Pelaksana Lokakarya.  Ia juga melahirkan konsep Baitul Maal Wat Tamwill yang memberikan alternatif pembiayaan usaha mikro.
Pembentukan BMT pertama dimulai tahun 1995 di Jakarta dan sampai dengan akhir 2009 sudah berdiri lebih dari 500 BMT baru. Dalam biografi tentang Amin Aziz yang berjudul “Kegigihan Sang Perintis”, berkat kegigihan dan kerja kerasnya, Amin berhasil mengumpulkan dana sebesar  Rp 125,5 juta sebagai modal menggelar lokakarya.  Pengarang Buku Buku Best Seller 2008 The Power of Al Fatihah ini juga tercatat dalam sejarah sebagai Wakil Ketua Tim Penyiapan Bank Tanpa Bunga. Bersama Karnaen Perwataatmadja, Amir Rajab Batubara, Zainulbahar Noor, gencar melakukan ‘roadshow’ audiensi pendirian bank syariah ke para pejabat di Bank Indonesia dan Kementrian Keuangan.  Pria kelahiran Lhokseumawe, 17 Desember 1936 ini memiliki prestasi gemilang dalam penggalangan modal awal pendirian bank syariah pertama. Sebagai ketua Tim Penggalangan Dana, Amin berhasil mengumpulkan dana komitmen sebesar Rp 110 Miliar di tahun 1990. Dana yang sangat besar untuk mendirikan bank, karena saat itu berdasarkan Pakto 1998, untuk mendirikan bank cukup Rp 10 Miliar.
Amin Aziz meraih gelar M.Sc Sosiologi Pedesaan di Uniuversity of the Philillone. Los Banos, Filipina tahun 1974 dan meraih gelar Ph.D ekonomi pertanian di LOWA State University, AS tahun 1978. [Puri Hukmi] Sosok Amin Aziz dikenal sebagai orang yang sangat memperhatikan ekonomi kerakyatan dan bagaimana cara menanggulangi kemiskinan. Menurut Nanat Fatah Natsir, Amin Aziz sangat perhatian kepada masyarakat miskin. Beliau juga merupakan sosok yang religius dan rendah hati.“Beliau orang yang sangat ikhlas dan konsen sekali terhadap masyarakat kecil. Kalau digambarkan hidupnya diabdikan untuk membela masyarakat lemah. “ Tutur Nanat
By: Resti Fauziah

Semangat Muda, Semangat Social Entrepreneur

0 comments

Berawal dari masalah ketidaksediaan listrik di Desa Bacu Bacu, Makassar, Sulawesi Selatan, sehingga masyarakat disana tak bisa menikmati listrik. Namun, dengan semangat muda yang dimilikinya, Harianto Albar (24 tahun) tahun 2012 mengembangkan kincir air untuk dijadikan sebagai pembangkit tenaga listrik. Mahasiswa Universitas Negeri Makassar ini lantas berhasil memproduksi listrik dari kincir air tersebut. Sejak saat itu, warga Bacu Bacu bisa menikmati listrik di malam hari.
Harianto merupakan satu dari sekian tokoh yang memiliki semangat muda untuk melakukan gerakan sosial. Ada yang membantu masyarakat mengajar baca tulis, atau kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Kegiatan yang menggabungkan aksi sosial dengan kegiatan wirausaha atau enterpreunership dikenal sebagai social entrepreneurship.
Dengan kompleksnya masalah yang ada di masyarakat, bisa menjadi sarana untuk belajar mengembangkan diri, baik dalam hal pengabdian masyarakat maupun melatih wirausaha. Kini juga makin banyak pihak termasuk perusaahaan maupun LSM yang ikut berpartisipasi mendukung kegiatan sosiopreneur yang dilakukan mahasiswa.
Sebagai Generasi muda, mahasiswa seyogyanya memiliki energi lebih untuk mengaktualisasikan banyak hal. Tak salah jika masyarakat banyak berharap pada anak muda, terutama mahasiswa. Tak bisa dimungkiri, banyak hal baru yang diinisiasi oleh anak muda, terutama mahasiswa yang diharapkan bisa menjadi solusi bagi permasalahan yang ada di masyarakat.
Semangat Mahasiswa! Semangat muda!

Editor : Adetya Nuzuliani Rahma

Sumber Referensi:
http://lh3.ggpht.com/

Santoso : Wartawan Jadi Social Entrepreneur

0 comments

Siapa bilang seorang jurnalis tidak mampu bersaing dengan para tokoh bisnis? Pelaku bisnis radio dan seorang wartawan media elektronik, Santoso, yang tercatat sebagai Managing Director Stasiun Radio KBR68H berhasil terpilih sebagai Ernst and Young Enterpreneur of The Year 2010 untuk kategori bidang sosial, "Social Entrepreneur".
Stasiun radio KBR68H bermodalkan awal US$300 ribu yang berasal dari bantuan Asian Foundation, MDLF, Kedutaan Belanda, dan lain sebagainya, dan awalnya berbentuk LSM dan pada tahun 2000 baru mulai berubah menjadi PT (Perseroan Terbatas).
"Perkembangannya stasiun radio ini cepat sekali, dulu hanya tujuh stasiun radio yang me-relay berita kami, sekarang sudah hampir 800 yang me-relay. Dan bukan hanya di Indonesia tetapi juga di 10 negara di Asia (Kamboja, Thailand, Myanmar, Filipina, Afganistan, Pakistan dan Bangladesh, Nepal dan Pakistan), karena kami juga memilki program untuk Asia," ujar Santoso.
Stasiun radio yang berdiri pada April 1999, bertempat di Utan Kayu ini memiliki misi yaitu menyediakan informasi yang baik pada masyarakat Indonesia melalui radio. Dengan mengedepankan program-program jurnalistik seperti berita, talk show, dan lain-lain.
Namun, agar program berita yang selama ini identik membosankan dikemas dengan membuat berita yang lebih menarik tanpa menghilangkan standar jurnalisme.
Santoso mejelaskan latar belakang lahirnya stasiun radio ini adalah karena melihat kekosongan yang terjadi pada pemberitaan melalui radio paska reformasi 1998. Saat era Orde Baru memang siaran berita melalui radio sangat dibatasi dan hanya RRI (Radio Republik Indonesia) saja yang boleh direlay oleh stasiun radio swasta. Namun ketika sudah reformasi dan adanya kebebasan dan keterbukaan informasi, momentum inilah yang ia jadikan awal untuk membuat program berita sendiri.
Sebelum menjadi seorang entrepreneur, Santoso adalah seorang wartawan dan tidak pernah terpikir menjadi seorang wirausaha. Namun, karena faktor melihat kebutuhan akan informasi itulah yang membuatnya memulai usaha ini. Tapi ia mengaku tetap ingin menjadi seorang wartawan, karena tetap memberikan informasi.

By: Adetya Nuzuliani

Sumber:
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/190695-ini-wartawan-juara-ernst-and-young-2010

Aspek Yang Membangun Kewirausahaan Sosial

0 comments

Oleh : M Indra Anditya

Kewirausahaan sosial, pada beberapa kasus, kemunculannya dipelopori oleh seorang tokoh yang memiliki mimpi besar untuk menghasilkan kebermanfaatan bagi masyarakat. Namun demikian, pada perkembangannya, ketika gerakan tersebut sudah tumbuh menjadi besar, maka diperlukan tidak hanya aspek individu untuk menjaga kesinambungannya, melainkan juga aspek-aspek lain. Kewirausahaan sosial, menurut Paul C Light (2008) terbangun dari empat aspek yaitu (1) Kewirausahaan, (2) Ide/gagasan, (3) Peluang/kesempatan dan (4) Organisasi. Berikut ini adalah penjelasan masing-masingnya aspek tersebut.

A.    Kewirausahaan
Kewirausahaan merupakan aspek pertama dari konsep kewirausahaan sosial (social entrepreneurship). Hal ini menunjukkan bahwa kewirausahaan sosial tidak akan ada tanpa adanya kewirausahaan. Berbagai penelitian tentang karakteristik dari wirausaha telah sering dilakukan (Light, 2008:92), namun masih belum banyak bukti yang menggambarkan tentang prototipe kepribadian dari seorang wirausaha sosial. Ciputra (2009:19) menggambarkan kewirausahaan sebagai semangat untuk : (1) Menciptakan peluang, (2) Melakukan inovasi produk dan (3) Berani mengambil resiko yang terukur. Artinya, kewirausahaan dianggap sebagai sebuah pola pikir atau asumsi yang mendasari tingkah laku. MacGrath & McMillan (2000:3) menjelaskan bahwa wirausaha memiliki lima karakteristik umum yaitu: (1) Mereka sangat bersemangat dalam mencari peluang-peluang baru, (2) Mereka berusaha memanfaatkan peluang dengan disiplin yang kuat, (3) Mereka hanya mengejar peluang terbaik dan menghindari berlelah-lelah mengejar setiap alternatif, (4) Fokus pada eksekusi atu tindakan dan (5) membangkitkan dan mengikat energi setiap orang di wilayahnya. Maka, berdasarkan penjelasan dimuka, tampak bahwa beberapa penjelasan mengarah kepada pola pikir atau mindset. Mindset (Thornberry, 2006:46) secara sederhana didefinisikan sebagai :
“A way of thinking and acting that is entrepreneursial in nature and manifest itself in a number of outwardly observable behaviour. Unlike a trait, a mindset can be learned (modeled) by most people if they have desired to do so-and desires is the keyword.”
Maka berdasarkan uraian dimuka, pada penelitian ini, sisi kewirausahaan yang akan banyak dikupas adalah pada aspek pola pikir. Hal ini dilakukan karena salah satu pembeda individu wirausaha dan non-wirausaha adalah pada aspek pola pikirnya.
B.     Ide/Gagasan
Drayton (2002, dalam Light 2008:110) menyatakan bahwa tidak akan ada satu wirausaha tanpa sebuah gagasan yang sangat kuat, baru dan berpotensi mengubah sistem. Selanjutnya dikatakan bahwa wirausaha itu ada untuk memperjuangkan visinya agar menjadi pola baru dalam masyarakat. Artinya, gagasan adalah sesuatu yang vital bagi kegiatan kewirausahaan sosial itu sendiri. Masih terkait isu ide ini, Schwab Foundation for Social Entrepreneurship mendeskripsikan wirausaha sosial sebagai berikut :
“A practical but innovative stance to a social problem, often using market principles and forces, coupled with dogged determination, that allows them to break away form constraints imposed by ideology or field of discipline, and pushes them to take risks that others would’t dare”. (Light 2008:110).
Berangkat dari definisi dimuka dapat dikatakan bahwa kewirausahaan selalu ditandai dengan usaha pencarian gagasan, dimana terkadang menggunakan prinsip-prinsip pasar yang berlaku umum, dengan tujuan utama untuk mendobrak disiplin umum yang berlaku. Usaha pencarian gagasan tersebut terkadang juga disertai usaha pengambilan resiko yang tidak semua orang bersedia melakukannya. Sementara itu, masih terkait aspek ide dan gagasan ini, Skoll Foundation memberikan definisi terhadap wirausaha sosial sebagai beriku (Light, 2008:11) :
“Pionerr innovative, effective, sustainable approeaches to meet the needs of the marginalized, the disadvantage and the disenfranchised,” and, in doing so, create “ solution to seemingly intractable social problems, fundamentally improving the lives of countless individuals, as well as forever changing the way social systems operate.”
Tampak bahwa ide/gagasan yang dimaksud adalah bukan sekedar gagasan. Namun terkadung didalamnya unsur inovatif dan kejelian dalam melihat peluang perbaikan bagi mereka yang kurang beruntung dan potensi perbaikan bagi yang terkena masalah sosial. Artinya, perbedaannya dengan kewirausahaan biasa adalah gagasan yang berusaha diciptakan di ranah ini bertujuan untuk kebermanfaatan sosial, seperti pemenuhan kaum marjinal, mereka yang kurang beruntung maupun yang kurang memiliki akses-akses kesejahteraan.
C.    Peluang/Kesempatan
Berikut ini akan diuraikan lebih lanjut, terkait aspek peluang/kesempatan dari kewirausahaan sosial. Light (2008:120) menyatakan bahwa peluang mungkin merupakan terminologi yang paling membingungkan dalam pembelajaran kewirausahaan sosial, karena peluang sulit untuk dilihat dan juga tidak mudah untuk dieksploitasi. Peluang, kadang hanya terbersit di kepala wirausaha sosial, yang belum tentu dipahami oleh orang lain. Penjelasan selanjutnya dikemukakan oleh Jeffrey McMullen (2007 dalam Light 2008:120) yang menyatakan bahwa :
“There have been surprisingly few recent studies that explore the nature of opportunities..Indeed, scholars have yet to develop an integrated theoritical framework that explains the emergence and developmental of entrepreneurial opportunities. Without such a framework, little can be said about the relationship between opportunity, innovation and performance and the strategies that are neede to discover and exploit new opportunities.”
Peluang datang dalam berbagai bentuk, ukuran dan lokasi, dan terkadang disebut sebagai relasi antara kesempatan, inovasi dan kinerja (Dees 1998 dalam Light 2008:121). Berdasarkan uraian dimuka, tampak jelas bahwa para pegiat kewirausahaan sosial harus selalu bergelut dengan usaha untuk menemukan peluang-peluang baru, untuk dapat bertahan dan mengembangkan aktivitasnya.
D.    Organisasi
Unsur selanjutnya yang membentuk kewirausahaan sosial adalah organisasi. Organisasi disini adalah wadah bagi gerakan kewirausahaan sosial dan juga merupakan pengikat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam upaya mengembangkan dan membuat kesinambungan dari praktik kewirausahaan sosial itu sendiri.
Berikut ini akan diuraikan unsur-unsur yang melekat pada aspek organisasi. Salah satu aspek utama organisasi adalah misi. Setiap organisasi memiliki misi. Misi, menyediakan bagi para pemimpin, penyumbang dana, pelanggan dan semua pihak yang terlibat dalam organisasi, pemahaman yang jelas tentang tujuan dan alasan berdirinya (Dees, dkk, 2001:19). Oleh karena itu, misi sangatlah penting bagi sebuah organisasi, termasuk yang bergerak di ranah kewirausahaan sosial. Berikut adalah penjelasan lebih detil tentang misi:
“Mission defines a direction, not a destinantion. It tells the members of an organization why they are working together, how they intend to contribute to the world. Without a sense of mission, there is no foundation for establishing why some intended result are more important than others. Mission instills both the passion and the patience for the long journey”. (Peter M. Senge, 1999 dalam Dess, dkk 2001:19).
Berdasarkan pemahaman dimuka dapat dikatakan bahwa misi merupakan otak dari organisasi yang memberikan pemahaman tentang mengapa orang-orang perlu bekerja bersama menuju suatu tujuan bersama. Dess (2001:20) menyatakan bahwa instrumen yang paling berguna bagi seorang wirausaha sosial adalah misi, karena misi menyuratkan definisi dan komunikasi yang jelas akan arah aktivitas yang dilakukan.
Pada konteks Indonesia, wadah organisasi bagi organisasi sektor ketiga (termasuk di dalamnya kewirausahaan sosial) memiliki beberapa bentuk, seperti diungkap oleh Maria Nindita (2011:1) berikut ini :
“There are many types of Third Sector Organization in Indonesia, such as yayasan (foundations), perkumpulan (associations), organisasimassa (mass organisations), serikatpekerja (trade unions), koperasi (co-operatives), and the newly proposed BadanHukumPendididkan (BHP) (educational legal entity).”


SUMBER :

http://innovation-thinking.blogspot.com/2013/11/things-that-build-social.html

Warung Sosial Sebagai Model Inovasi Kewirausahaan Sosial

0 comments

Dalam upaya lebih meningkatkan jiwa kewirausahaan berbasis kesetiakawanan sosial, maka Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Universitas STikubank (UNISBANK) Semarang membuka "Warung Sosial" atau "Warsos" sebagai wahana dan model inovasi dibidang kewirausahaan sosial mahasiswa yang sekaligus terintegrasi dengan usaha penanganan permasalahan kesejahteraan sosial. Demikian pernyataan Rektor UNISBANK Dr. Hasan Abdul Rozak, SH, Cn, MM di sela-sela acara acara peresmian menturkan “Membangun Jiwa Kewirausahaan dalam Upaya Memperkokoh Kesetiakawanan Sosial merupakan hal positif yang dapat UNISBANK tangkap dan akan kami dukung sepenuhnya karena memeng kami UNISBANK telah mengkokohkan diri untuk menjadi Universitas yang berbasis Entrepreneur, dalam hal ini kami akan membekali mahasiswa dan melaksanakan pengabdian bagi masyarakat untuk menjadi wirausaha mandiri”. Kegiatan peresmian warsos ini digelar di Balai Rehabilitasi Sosial Semarang II, Jl. Amposari Semarang yang merupakan lokasi dibukanya Warung SoaislKegiatan tersebut diikuti oleh 100 peserta dari siswa binan Panti Rehabilitiasi dan para pejabat dikalangan Dinas Soaial serta Dosen dan Mentor yang nanti akan mendampingi kegiatan Warsos tersebut.
Selanjutnya, penanganan masalah sosial bukan kegiatan belas kasihan semata, namun harus dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis dan komprehensif didukung kapasitas SDM bermutu dengan sentuhan ilmu, profesi dan praktik pekerjaan sosial, kerjasama ini tidakhanya mencakup di lingkup siswa panti rehabilitasi saja, namun juga mencakup pengembangan SDM lingkungan DInas Sosial untuk meningkatkan kapasitasnya.
Dikemukakan bahwa pekerja sosial profesional, tenaga kesejahteraan sosial dan relawan sosial harus memiliki "Sikap Sosiawan". Dalam arti, mengabdi kepada masyarakat, karena cinta dan berterima kasih, serta tidak mengharap upah atau penghargaan atas pengabdiannya. Di masa mendatang, perlu diperkokoh kesetiakawanan sosial nasional supaya mampu mencegah kemungkinan terjadinya konflik sosial.

By : Indah Darma