Potret Wirausaha Sosial di Indonesia

1 comments

Dapat dikatakan Indonesia mempunyai segudang masalah, pengangguran, kemiskinan, tidak meratanya jaminan sosial, dan sebagainya. Sebagian besar masyarakat menyalahkan pemerintah, dan hal itu masalah yang harus diatasi oleh pemerintah. Di balik anggapan demikian, muncul tokoh-tokoh yang peduli akan solusi dari permasalahan di Indonesia. Mereka memunculkan solusi-solusi demi kemajuan Indonesia. Solusi-solusi tersebut diciptakan dari sebuah gerakan yang dinamakan kewirausahaan sosial. Berikut tokoh-tokoh kewirausahaan sosial di Indonesia : 

1. Sandiaga Uno 
Dikutip dari sosok.kompasiana.com  Nama Sandiaga Uno melambung sebagai wirausahawan muda berbakat dari Indonesia beberapa tahun terakhir ini. Beliau juga merupakan pengusaha yang dekat dengan kalangan usaha kecil menengah dan koperasi.
Mengutip Forbes, Wikipedia memuat laman bahwa “Salahudin Sandiaga Uno, also knowns as Sandi Uno (born in Rumbai, Pekanbaru on June 28, 1969) is one of Indonesia’s richest men with estimated net worth of $795 million”. Kira-kira tahun 2012 kemarin ini, beliau menempati posisi ke-37. Luar biasa untuk ukuran wirausaha muda seperti beliau.
Sandiago Uno berusaha keras dengan menjadikan kewirausahaan sosial (socio enterpreneurship) sebagai jalan raya keberhasilan dengan membangunkan banyak potensi wirausaha para pemuda Indonesia. Beliau mendirikan AKSI (Asosiasi Kewirausahaan Sosial Indonesia) dan berbagai gerakan kepemudaan terkait kewirausahaan lainnya.
Kiprah Sandiaga Uno, UC amati dilakukan melalui tiga gerakan sosial, yaitu : Pertama, Yayasan Inotek. Yayasan ini diharapkan oleh Sandi sebagai lembaga yang handal dalam memfasilitasi pengembangan dan penyebarluasan teknologi inovatif dan kewirausahaan teknologi untuk peningkatan kehidupan masyarakat. Dengan berbagai program kemitraan dalam rangka pengembangan dan juga pelatihan pendampingan dalam penerapan teknologi-teknologi inovasi baru di masyarakat, membantu pengentasan kemiskinan dengan cara mendukung aktifitas pendidikan kewirausahaan teknologi untuk penyebarluasan teknologi aplikatif bagi masyarakat. Kedua, melalui Mien R Uno Foundation menyalurkan beasiswa kewirausahaan bagi banyak mahasiswa yang tertarik menjadi pengusaha sejak kuliah. Selain beasiswa, mahasiswa juga dibimbing dan dilatih dalam mengembangkan usahanya. Ketiga, melalui gerakan sosial misalnya yaitu Indonesia Setara, yaitu gerakan untuk membangun pola pikir percaya diri, bahwa rakyat Indonesia bisa dan mampu berprestasi untuk kemajuan bangsa. Langkah awal, akan fokus pada bidang yang terkait sosial ekonomi, kewirausahaan, dan pendidikan.Adapun institusi yang telah berafiliasi dengan Indonesia Setara (via MRUF, INOTEK, ASA, dan AKSI) akan bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing, didukung oleh Indonesia Setara. Lalu ada lagi, Berlari untuk Berbagi yang merupakan komunitas sosial, kumpulan orang-orang pecinta olah raga lari yang memiliki visi sosial menyalurkan hoby sambil beramal. Program amal yang dijalankan ”Berlari untuk Berbagi” ini diwujudkan dengan mengikuti lomba lari maraton setiap tahunnya, dimana pada setiap kilometer yang ditempuh oleh team pelari BuB, Berlari untuk Berbagi menawarkan kepada individu dan perusahaan untuk memberikan donasi sejumlah nilai tertentu kepada yayasan yang dipilih dengan terlebih dahulu dijadikan dua kali lipat. Selain itu, dan juga pendirian Asosiasi Inovator muda dan ilmuwan Indonesia (AYISI), Inkubasi Nasional dan sejenisnya yang intinya merupakan gerakan-gerakan dinamis humanis yang mendorong ke arah kemajuan bangsa melalui gerakan kewirausahaan sosial secara nasional, kewirausahaan dimana ada rasa peduli terhadap sesama dan menginginkan perubahan bersama-sama.
Belakangan ini, sosok tokoh wirausaha peraih penghargaan sebagai ‘Indonesian Entrepreneur of The Year’ dari Enterprise Asia dan Fellow dan delegasi dari organisasi Asia 21 tahun 2008 ini juga menyempatkan diri menjadi brand ambassador dan kerap menjadi trainer dan pengajar di beberapa perusahaan konsultan dan perguruan tinggi. Selain itu, sosok ini juga menjadi brand ambassador perguruan tinggi teknologi seperti STTTerpadu Nurul Fikri yang mengusung konsep technopreneurship (wirausahawan di bidang teknologi) dengan fokus kepada teknologi sumber terbuka (open source technology).


2. Amin Aziz
Beliau melahirkan konsep Baitul Maal Wat Tamwill yang memberikan alternative pembiayaaan usaha mikro. Pembentukan BMT pertama dimulai tahun 1995 di Jakarta dan sampai dengan akhir 2009 sudah berdiri lebih dari 500 BMT baru.



3. Amir Panzuri
Ia berupaya mengembangkan ekspor kerajinan asal Indonesia. Ia aktif di Asosiasi Pengembangan Kerajinan dan Keterampilan Rakyat Indonesia (Apikri) berbasis di Yogyakarta. Ia membina para UKM mulai dari standar produki, penyediaan bahan baku sampai dengan pasar luar negeri. 




4. Bambang Suwerda
Ia menggagas lahirnya bank sampah di Bantul Yogyakarta. Awalnya ide ini hanya untuk menekan penularan penyakit DBD, tetapi kemudian melahirkan efek turunan yang bersih, kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan meningkat dan masyarakat memiliki tabungan. Pengelolaan bank sampah seperti layaknya bank konvensional, tetapi uang tabungan berupa sampah rumah tangga yang sudah dipilah. Kemudian dikumpulkan di bank dan pihak bank yang menjualnya ke penadah sampah. Uang hasil penjualan inilah yang bisa menjadi tabungan masyarakat yang baru bisa dicairkan 3 bulan sekali.

5. Silverius Oscar Unggul
Silverius atau yang lebih dikenal oleh Bang Onte, merupakan seorang pelopor perubahan sosial di Sulawesi Tenggara yang secara nyata berhasil merangkul para pelaku illegal logging untuk terlibat secara langsung dalam penanaman pohon jati dan sertifikasi komoditas kayu untuk dijual. Melalui program ini, Bang Onte mampu memberikan keuntungan ekonomi yang lebih baik kepada masyarakat karena kayu yang telah tersertifikasi memiliki harga jual yang jauh lebih tinggi dibanding harga kayu hasil curian. Secara sosial pun, para pencuri kayu kini dengan bangga telah beralih profesi menjadi para pelindung hutan dan menghapus konflik yang acapkali terjadi diantar mereka karena berebut kayu hasil curian.

Kunci dari wirausaha sosial ialah strength based, yakni melihat kekuatan dari kelemahan-kelemahan yang ada, melihat potensi dari masalah yang timbul. Walaupun di sekeliling terdapat masalah, namun seorang wirausaha sosial dapat melihat peluang dan potensi dari masalah yang ada. Masalah yang ada, dapat dipecahkan dengan mandiri tanpa mengandalkan pemerintah. Dengan demikian, para wirausaha sosial sangat membantu perekonomian negara, dan membantu dalam menangani masalah sosial yang ada.

By : Adetya Nuzuliani

Sumber :
http://socialstasionproject.wordpress.com diakses pada 16/11/2014 9:09 WIB
Sosok.kompasiana.com diakses pada 12/11/2014 8:18 WIB

Gambar :
Berbagai sumber

1/2 Gelas Wirausaha Sosial

2 comments

Indonesia sejak zaman dahulu terkenal sebagai negara yang “kaya”, tapi sampai saat ini “kekayaannya” belum dapat digunakan secara optimal. kita dapat mengibaratkan Indonesia sebagai gelas yang ½ terisi. ½ gelas air yang mengisi merupakan beragam kekayaan yang dimiliki. Sedangkan ½ gelas yang kosong merupakan belum mampunya “kita” mengolah kekayaan alam yang ada.
Tak jarang “kekayaan” yang ada justru dinikmati dan diambil hasilnya bukan oleh pemiliknya. Malah pemiliknya yang menjadi pekerja dan tidak tanggung-tanggung mereka juga bekerja di sector yang disebut sebagai 3D sector (dirty, difficult and dangerous). Sebenarnya bukan “kita” yang tidak bisa mengolah, tapi tidak “mau”.

Sering kali kita menunggu orang lain untuk mulai bergerak, tapi sekarang udah bukan jamannya lagi. Sekarang saatnya kita bangkit dan buat perubahan! Jadi wirausaha sosial! Caranya?

Bikin usaha sendiri. Ubah pola pikir dengan lebih peka terhadap apa yang kita miliki. Jangan takut dan pantang menyerah.

Modalnya? Saat kita mau mulai usaha, sebenarnya kita sudah mempunyai modal yang paling berharga yaitu “KEMAUAN”, ya keinginan. Yakin, kalau ada kemauan pasti ada jalannya, gunakan apa yang ada. Jangan meratapi nasib dengan terus merenungkan apa yang tidak ada, tapi gunakan segala macam sumber daya. Hal kedua yang penting adalah “KEMAMPUAN”, tapi jangan karena merasa tidak mampu terus mundur. Think big! Jadi orang yang “mampu” bukan berarti harus menjadi orang yang melaksanakan. Kerjasama, jalin relasi dan manfaatkan sumber-sumber yang ada di sekitar kita, mulai dari kerabat, teman, kenala, dll.

Jadi ngga ada alasan untuk terus diam, sekarang saatnya kita mulai untuk mengisi ½ gelas kita dengan prestasi. Think big! Think positive!

By. Nurul Fadhilah Rezeki