Perjalanan Usaha Nadya Saib

0 comments

Berangkat dari hobi, Nadya Saib mengembangkan bisnis sabun natural bersama kedua temannya, Fitria Muftizal dan Amirah Alkaff. Lewat merek Wangsa Jelita, mereka memulai dengan tiga formula sabun yang kemudian berkembang karena respons pasar yang bagus. Awalnya, Nadya menggeber pemasaran melalui lingkup keluarga dan jaringan pertemanan. “Dari sana, kami mengenal istilah reseller karena kami membutuhkan orang yang bisa menceritakan mengapa sabun natural yang kami hasilkan memiliki nilai tambah dibanding sabun lainnya,” tutur dara kelahiran Balikpapan 16 Maret 1987. Dengan tagline “Natural Beauty with Social Impact” inilah yang membuat produk dari Wangsa Jelita berbeda. Setiap mereka yang membeli produk dari Wangsa jelita ini berarti turut membantu kesejahteraan petani mawar.
Diakui Nadya, menjadi seorang entrepreneur itu susah-susah senang, ia pernah menjalankan bisnis lain dan mengalami kebangkrutan dalam kurun waktu satu tahun. Namun ia menjadikan kegagalannya sebagai pelajaran untuk wangsa jelita bisa lebih baik lagi. Karena menurutnya, di dalam dunia wirausaha itu tidak ada yang benar ataupun salah, hanya ada yang baik atau lebih baik, dan semuanya itu diwujudkan melalui keyakinan yang dimiliki dari hati. Sejak SMA, ia sudah memiliki mimpi untuk menjadi seorang wirausaha yang bergerak di bidang kosmetik. Kemudian akhirnya sesuai dengan minatnya dan kesenangannya, dalam perjalanan usaha wangsa jelita ini banyak pintu-pintu yang terbuka yang dijadikan kesempatan olehnya.   
Tahun 2009, Nadya mengajukan konsep bisnis ke ITB. Kebetulan, waktu itu ada PMW (Program Mahasiswa Wirausaha). Siapa yang programnya bagus akan diberi modal usaha. Nadya memenangkan program ini, dan mendapatkan dana untuk modal usaha. Sejak itu ia membawa bendera Wangsa Jelita, dan menempati posisi sebagai direktur utama. 
Distribusi produk diawali dari orang-orang terdekat, yang kemudian membantu menyebarkan ke banyak orang. Sekarang Wangsa Jelita memiliki sekitar 20 tenaga reseller, dan selain itu bekerja sama dengan beberapa salon di Bandung untuk memasarkan produk.
Sejak memenangi Community Entrepreneur Challenge yang diadakan oleh British Council pada 2010, Wangsa Jelita lebih fokus bekerja sama dengan kelompok petani mawar dalam menghasilkan sabun natural dari bunga mawar.
Dengan dukungan British Council dan bantuan dari Arthur Guinness Fund, Nadya dan tim Wangsa Jelita memberikan pelatihan untuk komunitas petani mawar di Lembang. Mereka merintis perdagangan yang adil bagi petani mawar. “Kami berharap mereka bisa menjalankan bisnis mereka sendiri di masa mendatang,” ucap Nadya yang pernah mengikuti dan terpilih dalam Project Inspire: 5 Minutes to Change the World, kompetisi yang diselenggarakan oleh UN Women dan MasterCard dalam pemberdayaan wanita. Wangsa Jelita sebagai satu-satunya delegasi yang mewakili Indonesia.
Diakui Sarjana Farmasi dari ITB ini, belakangan banyak permintaan untuk membuat souvenir berupa sabun natural. Bekerja sama dengan perajin lokal, Wangsa Jelita pun menyiapkan kemasan sesuai dengan keinginan pelanggan.
“Dibanding dulu, sekarang penjualan meningkat hingga lima kali lipat, bahkan permintaan melebihi kapasitas produksi kami,” ungkap Nadya yang menjadi delegasi Indonesia pada Asia Youth Summit yang diselenggarakan oleh Global Changemakers - British Council 2011.

Proses Inovasi dan Adaptasi
Nadya mulai membuka usahanya sejak tahun 2008, kemudian penjualan produknya baru dimulai pada tahun 2009.
Ada banyak proses inovasi dan adaptasi yang nadya dan kedua temannya jalani selama menjalankan usahanya, diantaranya:
  1. Mengembangkan sistem reseller, ia mencari agen-agen berkualitas yang bisa menjelaskan manfaat dan kualitas produk yang ditawarkan. Dengan sistem inilah bisnisnya semakin maju dan berkembang.
  2. Nadya tidak memiliki latar belakang pebisnis, namun ia belajar dari pengalaman dan kegagalan yang dialaminya. Sehingga ia bisa memodifikasi bisnisnya sedemikian rupa untuk bisa menjadi lebih baik lagi. 
  3. Nadya dan teman-temannya memilih suatu produk yang selalu digunakan manusia untuk jangka panjang, kemudian mengambil pilihan untuk menginovasi produk sehingga zat-zat yang tidak dibutuhkan kulit tidak terkandung dalam sabun tersebut, karena itulah produknya benar-benar natural.
  4. Produk selalu dikemas untuk menjadi lebih baik lagi, yang digambarkan melalui penambahan varian/aroma, kemasan yang menarik, penambahan unsur seni pada sabun dengan mengubah bentuk sabun agar lebih artistik.
  5. Nadya melibatkan dirinya pada setiap kesempatan yang ia anggap berharga seperti ajang-ajang kompetisi para wirausaha baik tingkat nasional maupun internasional, sehingga ia banyak belajar dari apa yang telah dilakukan wirausaha atau wirausaha sosial lain yang telah berhasil.
By : Resti Fauziah 

Review Social Entrepreneur: Nadya Saib “Wangsa Jelita”

0 comments

Nadya Saib
Biografi
Nadya Fadila Saib adalah CEO Wangsa Jelita, produsen sabun natural dari Bandung, yaitu sabun padat dengan bahan dari alam. Sejak SMA,  dara kelahiran 16 Maret 1987 di Balikpapan ini memang sudah tertarik pada bidang kecantikan. Keinginan ini terus ada sampai ia kuliah di jurusan farmasi, Institut Teknologi Bandung. Untuk tugas akhirnya, Nadya membuat obat jerawat. Saat itu, tercetuslah niat untuk membangun usaha dengan memproduksi obat jerawat.
Ia lalu  mengajak dua temannya, Fitria dan Amirah, untuk bergabung membuka usaha. Mereka memilih sabun natural karena produk sabun berbahan alami masih belum terlalu banyak. Artinya, pasarnya masih sangat terbuka. Selain itu, sabun sudah merupakan kebutuhan manusia sehari-hari, sehingga akan selalu dicari. Mereka mengawali usaha dengan penelitian untuk menemukan formula yang pas, pada tahun 2008.
Berbeda dengan sabun biasa, sabun natural tidak mengandung deterjen, dan tidak menyebabkan kulit kering. Sebaliknya, bisa melembutkan kulit. Selain itu, busa yang dihasikan tidak merusak lingkungan.
Setelah beberapa kali melakukan uji coba, mereka berhasil membuat sabun natural yang mereka sebut sapo, dengan bahan 100 persen minyak zaitun. Untuk tes pasar, hasilnya mereka bagikan kepada teman-teman. Masukan dari teman-teman ini sangat beragam. Ada yang mengatakan, sabun tersebut memang lembut tapi terlalu lembek dan ada juga yang mengatakan, busanya tidak ada dan kurang wangi, 
Nadya dan kedua rekanannya kembali mengadakan penelitian sampai akhirnya menemukan formula yang pas. Komposisinya tetap memakai minyak zaitun, karena memang paling bagus untuk sabun natural. Hanya saja mereka mengombinasikannya dengan minyak kelapa agar hasilnya tidak terlalu lembek. Sabun yang bahannya minyak zaitun mereka beri nama sabun kastil. Selanjutnya, mereka membuat beberapa variasi lagi.

Modal usaha
  • Tahun 2009 mengajukan konsep bisnis ke ITB dengan adanya PMW (Program Mahasiswa Wirausaha), kemudian Nadya memenangkan program ini, dan mendapatkan dana untuk modal usaha.
  • Distribusi produk diawali dari orang-orang terdekat, kemudian disebarkan ke banyak orang. Sekarang Wangsa Jelita memiliki sekitar 20 tenaga reseller, dan bekerja sama dengan beberapa salon di Bandung untuk memasarkan produk.
  • Nadya mendapat salah satu penghargaan International Young Creative Entrepreneur (IYCE) 2010 dari British Council. Sebagai hadiahnya, Nadya menerima bantuan modal sebesar Rp 100 juta untuk mengembangkan usaha. Bantuan ini digunakannya untuk pelatihan petani, persiapan pemasaran, juga operasional.
Misi Sosial : Pemberdayaan petani melalui ekonomi kreatif.

Mengenali kemudian mengembangkan :
  • Berasal dari hobi
  • Memulai dengan tiga formula sabun yang kemudian berkembang karena respons pasar yang bagus. 
  • Wangsa jelita membangun jaringan yang bermanfaat bagi pengembangan komunitas petani mawar
  • Adanya bahan baku alami seperti bunga mawar yang dapat digunakan sebagai bahan utama yang murah dan ramah lingkungan
  • Wangsa jelita mendapatkan dana bantuan dari bank swasta yang itu dimanfaatkan sebagai peluang untuk membeli lahan tambahan untuk meningkatkan produksi mawar.
Proses Inovasi dan Adaptasi :
  1. Mengembangkan sistem reseller, ia mencari agen-agen berkualitas yang bisa menjelaskan manfaat dan kualitas produk yang ditawarkan. Dengan sistem inilah bisnisnya semakin maju dan berkembang.
  2. Nadya tidak memiliki latar belakang pebisnis, namun ia belajar dari pengalaman dan kegagalan yang dialaminya. Sehingga ia bisa memodifikasi bisnisnya sedemikian rupa untuk bisa menjadi lebih baik lagi. 
  3. Nadya dan teman-temannya memilih suatu produk yang selalu digunakan manusia untuk jangka panjang, kemudian mengambil pilihan untuk menginovasi produk sehingga zat-zat yang tidak dibutuhkan kulit tidak terkandung dalam sabun tersebut, karena itulah produknya benar-benar natural.
  4. Produk selalu dikemas untuk menjadi lebih baik lagi, yang digambarkan melalui penambahan varian/aroma, kemasan yang menarik, penambahan unsur seni pada sabun dengan mengubah bentuk sabun agar lebih artistik.
  5. Nadya melibatkan dirinya pada setiap kesempatan yang ia anggap berharga seperti ajang-ajang kompetisi para wirausaha baik tingkat nasional maupun internasional, sehingga ia banyak belajar dari apa yang telah dilakukan wirausaha atau wirausaha sosial lain yang telah berhasil.
Tidak tergantung pada resources yang ada :
Wangsa jelita dalam pembuatan produknya sabun bunga mawar sepenuhnya dibuat manual oleh tangan manusia dengan memberdayakan petani mawar dan masyarakat desa yang sebelumnya telah diberikan pelatihan. Untuk bahan baku mengambil dari bunga mawar tanpa menggunakan zat kimia sehingga menghasilkan produk kecantikan alami bermutu tinggi, dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan.

Akuntabilitas :
Social-entepreneur -> mempekerjakan petani mawar setempat dan membeli mawar kualitas B dan C yang biasanya tak bernilai jual. Mawar kualitas b dan c bukan kualitas rendah, melainkan panjang tangkai mawar. selain memberdayakan mawar 'tak bernilai' ia juga melakukan CSR dengan memberdayakan perempuan dan anak" untuk diberi pelatihan dan pendidikan.

Cara pemecahan masalah :
Bunga mawar dikategorikan menjadi 3 grup, grup A dijual Rp 40,000 per paket, grup B dan C masing-masing Rp 25.000 dan Rp 15.000. Wangsa Jelita berusaha menggunakan mawar grup B dan C untuk menjadi sabun alami. Wanita-wanita di desa diajarkan cara membuat sabun dari bunga mawar. Bimbingan teknis dan untuk penjualan produk juga diberikan. Proses pengambilan keputusan dilakukan secara demokratis sehingga petani mawar dapat belajar dan dapat mengembangkan usaha sosial mereka sendiri di masa depan. 

Dampak sejauh ini :
  1. Petani mawar kini mempunyai pasar alternatif untuk hasil panen sehingga memiliki bargaining power yang lebih tinggi di hadapan para makelar.
  2. Masyarakat memperoleh keterampilan tambahan dalam produksi nilai tambah (terutama produksi sabun alami), pengelolaan keuangan dan penjualan.
  3. Wangsa Jelita berhasil membangun jaringan yang bermanfaat bagi pengembangan komunitas petani mawar, memperoleh dana bantuan dari bank swasta dan membeli lahan tambahan untuk meningkatkan produksi mawar.
  4. Proyek ini terpilih dalam kompetisi PBB “Project Inspire: 5 Minutes to Change the World” sebagai satu-satunya delegasi yang mewakili Indonesia.
Visi ke depan :
  • Komunitas petani dapat mengembangkan usaha mereka sendiri.
  • Komunitas petani dapat memperoleh jaringan marketing yang dapat mendukung kemandirian mereka.
  • Wangsa Jelita dapat dikenal luas karena memproses bahan alam menjadi produk kecantikan alami bermutu tinggi, juga sebagai social enterprise yang ramah lingkungan dan bekerjasama dengan komunitas petani lokal.
  • Wangsa Jelita dapat bersaing dengan merk global seperti The Body Shop.
Tantangan yang dihadapi & kebutuhan :
  1. Riset yang lebih lanjut untuk kemudian diterapkan di masyarakat, sehingga dibutuhkan hubungan yang baik dengan universitas dan institusi terkait. Produk juga perlu divariasikan, sehingga memungkinkan untuk bekerja dengan lebih banyak komunitas.
  2. Orang yang mau memberikan dampak positif dan menggunakan bakat dan minat mereka untuk niat yang baik.
  3. Sistem yang bisa mempertahankan kelangsungan bisnis sosial. Diperlukan global network, untuk belajar dari berbagai contoh dari negara lain, juga untuk mengembangkan pasar.
Prestasi Nadya Saib :
1. ASEAN youth day meeting sept 2012
2. co-founder wangsa jelita 
3. perempuan inspiratif nova 2011
4. CEC Award 2010 Kategori Pemula
5. International Young Creative Entrepreneur (IYCE) 2010 dari British Council

By : Resti Fauziah

Gambar : http://about.me/nadyasaib

The Body Shop: Pro Lingkungan dan Keadilan Sosial

0 comments


The Body Shop adalah sebuah merk kosmetik international yang beroprasi lebih dari 2100 outlet di 55 negara, yang melayani 77 juta pelanggan dalam 27 bahasa. The Body Shop didirikan oleh Anita Roddick pada tahun 1976 di Brighton, Inggris.
Misi The Body Shop adalah mendedikasikan bisnis ini kearah sosial dan perubahan lingkungan kearah yang lebih baik.
Visi nya adalah menjadikan semua orang bangga dan senang terhadap apa yang dimiliki oleh dirinya sendiri.
Prinsip The Body Shop biasanya berkaitan dengan kepedulian terhadap lingkungan dan orang sekitar kita. Hal ini dibuktikan dengan adanya 5 slogan besar The Body Shop yaitu:

a. Protect our planet
Adalah filosofi yang menginspirasikan komitmennya untuk menjadi penjual yang bertanggung jawab atas lingkungannya. The Body Shop berkomitmen untuk mensupport teknologi dan menggunakan material yang ramah lingkungan dan dengan mempromosikan penggunaan sumber yang dapat diperbaharui.

b. Against animal testing
The Body Shop percaya tidak ada binatang yang harus dikorbankan untuk memproduksi produk. Ada banyak sekali bahan yang memungkinkan untuk membuat produk dengan kualitas tertinggi, inovatif, efektif, dan produk yang aman tanpa harus membahayakan binatang.

c. Support community trade
The Body Shop mendukung perdagangan yang jujur. Support community membuat hubungan langsung  jual beli dengan komunitas yang terpencil di seluruh dunia dimana kita dapat mendapatkan bahan natural dengan komunitas tertinggi. Community trade merupakan kerjasama untuk merubah hal-hal yang tidak menguntungkan.

d. Activite self esteem
Merupakan berbicara tentang diri sendiri, yaitu:
  • Self awareness : kesadaran atas diri sendiri
  • Self confidence: percaya diri
  • Self worth : menghargai diri sendiri
  • Self acceptance: menerima diri sendiri
e. Defend human right
The Body Shop merupakan satu-satunya produk kosmetik yang memiliki keperdulian tinggi terhadap bumi kita. “The Body Shop” menyadari bahwa bumi kita sekarang ini sudah rusak oleh polusi, bahan-bahan kimia, penggalian tidak terkendali dan pengrusakan lingkungan, bahkan keadaan seperti ini juga turut mempengaruhi prilaku manusia menjadi kurang baik.

The Body Shop mengajak kita bersama-sama untuk memperbaiki bumi yang sudah rusak ini. Dengan cara selalu berusaha meminimalkan dampak negative setiap proses bisnisnya bagi lingkungan. Dari proses pemilihan bahan baku, produksi, pengemasan, distribusi, hingga ke tangan pelanggan. The Body Shop menjalankan kebijakan untuk selalu menggunakan bahan yang dapat di perbaharui.
Adapun bentuk kewirausahaan sosial yang dilakukan The Body Shop adalah dengan membangun hubungan perdagangan yang saling menguntungkan dengan masyarakat melalui program community trade. The Body Shop memperoleh bahan baku bermutu sedangkan mereka memperoleh kemandirian sosial ekonomi/ harga yang layak. Selain itu,Melalui salah satu program The Body Shop, yaitu program Gloss for a Cause, The Body Shop mendonasikan 75% profit penjualan produk lip gloss-nya untuk kegiatan Face-to-Face Program. Kegiatan ini bertujuan menolong wanita korban KDRT yang membutuhkan perawatan, termasuk tindakan rekonstruksi wajah atau fisik akibat kekerasan yang dialami.


By: Indah Permata

Sumber : http://fitryhidayanti.blogspot.com/2012/03/kewirausahaan.html

Kewirausahaan Sosial: Solusi BBM Naik, Solusi Kemiskinan

0 comments

Beberapa pekan lalu, Indonesia tengah diibukkan dengan kenaikan harga premium yang seula seharga Rp 6.500 menjadi Rp. 8.500. Kenaikan harga premium ini seperti biasa mengalami pro dan kontra,namun tetap tidak bisa dipungkiri kenaikan harga bbm dalam banyak aspek telah menyebabkan naiknya harga-harga kebutuhan pokok lain dan menyebabkan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan semakin sulit dan efek lainnya dapat pula menyebabkan pengangguran semakin banyak.
Kewirausahaan sosial dinilai sebagai solusi dalam upaya mempercepat penurunan angka pengangguran dan kemiskinan. Hal ini tak lain karena kewirausahaan sosial menawarkan kelebihan manfaat dari sekedar menciptakan lapangan kerja. Kewirausahaan sosial memiliki kebermanfaatan yang luas karena wirausahawan bukan hanya berhadapan kepada karyawan yang menjadi mitra kerja tetapi juga masyarakat luas.
Kewirausahaan Sosial atau Social Enterpreneurship merupakan sebuah istilah turunan dari kewirausahaan. Orang yang bergerak di bidang kewirausahaan sosial disebut Social Entrepreneur. Santosa (2007) mendefinisikan Social enterpreneur sebagai seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan kewirausahaan untuk melakukan perubahan sosial (social change), terutama meliputi bidang kesejahteraan (welfare), pendidikan dan kesehatan (education and health care).
Kewirausahaan sosial menitikberatkan usahanya sejak awal dengan melibatkan masyarakat dengan memberdayakan masyarakat kurang mampu secara finansial maupun keterampilan untuk secara bersama-sama menggerakkan usahanya agar menghasilkan keuntungan, dan kemudian hasil usaha atau keuntungannya dikembalikan kembali ke masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya. Melalui metode tersebut, kewirausahaan sosial bukan hanya mampu menciptakan banyak lapangan kerja, tetapi juga menciptakan multiplier effect untuk menggerakkan roda perekonomian, dan menciptakan kesejahteraan sosial.

Geliat Kewirausahaan Sosial
Seorang social enterpreneur adalah seseorang yang cakap dalam melihat tantangan sebagai peluang, melihat sampah menjadi uang, dan melihat masyarakat sebagai subjek bukan objek dari usahanya. Masyarakat berperan sebagai mitra strategis usahanya, bukan sekedar sebagai pelanggan atau konsumen. Pola yang terjadi dalam kewirausahaan sosial adalah antara pengusaha – pekerja – masyarakat. Ketiganya bersinergi dalam membentuk simbiosis mutualisme. Dampaknya adalah kesejahteraan, keadilan sosial dan pemerataan pendapatan.
Meski terbilang baru, namun geliat kewirausahaan sosial kini sudah menjadi tren baru di kehidupan masyarakat global, tak terkecuali di Indonesia. Penyebab kepopulerannya tak lain adalah keberhasilan tokoh kewirausahaan sosial Muhammad Yunus menjadi pemenang nobel perdamaian pada tahun 2006. Kepiawaiannya dalam mengelola Grameen Bank dan memberdayakan masyarakat miskin di Bangladesh telah membuka jutaan mata masyarakat global akan arti penting kewirausahaan sosial. Muhammad Yunus dinilai mampu memberdayakan masyarakat miskin melalui pinjaman tanpa jaminan. Yang dikembangkan Grameen bank adalah dengan memberdayakan masyarakat kurang mampu secara finansial. Dampaknya, ribuan tenaga kerja mampu terserap, dan jutaan lainnya merasakan dampak tidak langsung sehingga terjadi multiplier effect ekonomi dengan tumbuhnya Usaha Kecil Menengah Baru (UKM).
Kewirausahaan sosial memiliki dampak positif yang tidak hanya meningkatkan pendapatan seseorang atau komunitas namun kewiraushaan sosial dapat pula berperan sebagai solusi pengentasan naiknya harga bbm, mengentaskan kemiskinan serta menurunkan tingkat pengangguran. Pada suatu artikel, dikatakan bahwa tinggi atau rendahnya pendapatan suatu negara dapat dilihat dari kewirausahaan yang diciptakan oleh warga negaranya, jadi mari berlomba-lomba dalam membangun kewirausahaan sosial

By: Puti Halimah

Sumber : http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2013/09/02/kewirausahaan-sosial-solusi-kemiskinan-di-indonesia--586150.html

Kewirausahaan Sosial Berbasis Komunitas

0 comments

Pengertian Kewirausahaan Sosial
Kewirausahaan Sosial adalah kegiatan yang bersifat Problem Solving dalam aspek sosial-ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kehidupan sosial dan lingkungan yang lebih baik. Namun, wirausaha sosial dianggap pada beberapa kalangan sebagai kegiatan non-profit, tetapi hal tersebut tidak bertentangan dengan usaha yang mendatangkan keuntungan. Realisasinya wirausaha sosial, lebih dari sekedar membuat keuntungan, dengan menggunakan model bisnis yang mengkombinasikan dengan bisnis yang mendatangkan penghasilan dengan struktur atau komponen yang menciptakan nilai sosial. Kegiatan wirausaha sosial pada umumnya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.
Ahli ekonomi, Schumpeter (1934) melihat bahwa kegiatan kewirausahaan sosial memberi perhatian khusus kepada pembangunan sosial manusia. Beliau juga melihat Social Entrepreneur sebagai sebuah proses “destruktif yang kreatif” yang mendorong pembangunan sosial manusia. Kewirausahaan sosial berkaitan dengan penemuan, pendayagunaan sumber daya dan peluang yang menguntungkan. Dengan kata lain, untuk menciptakan kewirausahaan sosial yang berdaya saing tinggi dan memberikan kontribusi yang lama kepada masyarakat, yaitu dengan berinovasi terus menerus. Inovasi berarti penciptaan nilai sebagai sumber keunggulan.

Kewirausahaan Dilihat Dari Prakteknya 
Dalam pendekatan kewirausahaan sosial, warga masyarakat diharapkan berhimpun dalam kelompok-kelompok kecil (5 – 25 orang), sedang ( >25 – 50) dan besar >50 orang. Biasanya, ada satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai pemimpin karena memiliki sumber daya memadai di bidang intelektual (gagasan, konsep, metode, sistem), dana dan akses produksi maupun pasar. Para pemimpin itu bertindak sebagai pembuka jalan, pembimbing (motivator), pelatih dan sebagainya.
Sampai saat ini konsep dasar kewirausahaan sosial masih berkembang sesuai situasi dan kondisi lingkungannya. Pada umumnya, seorang wirausaha berperan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal seorang wirausaha berperan dalam mengurangi tingkat kebergantungan terhadap orang lain, meningkatkan kepercayaan diri, serta meningkatkan daya beli pelakunya. Secara eksternal, seorang wirausaha berperan dalam menyediakan lapangan kerja bagi para pencari kerja. Dengan terserapnya tenaga kerja oleh kesempatan kerja yang disediakan oleh seorang wirausaha, tingkat pengangguran secara nasional menjadi berkurang.
Pakar ekonomi Dr. Rhenald Kasali, pernah mengatakan bahwa dampak globalisasi menjadikan keanggotaan suku/ komunitas manusia tidak lagi ditandai oleh aspek regional atau kewilayahan. Namun justru oleh grup atau kelompok-kelompok di jejaring digital seperti facebook, twitter dan semacamnya. Hal itu tentu bukan tanpa alasan. Seperti kita bisa saksikan sehari-hari, generasi masa kini, jauh lebih sering dan intens berhubungan dengan rekan-rekan di dunia maya-nya dibandingkan dengan lingkungan sosial di sekitar rumahnya. Sehingga seakan-akan suku atau anggota keluarga mereka adalah kelompok dalam jejaring sosial tersebut, yang dapat terdiri dari invididu-individu yang terpisah ratusan kilometer. Informasi mengalir dan senantiasa terbarukan (update). Potensi semakin redupnya budaya bangsa dan budaya daerah kita sendiri cenderung menguat. Dengan kata lain, generasi muda Indonesia terancam menjadi tamu bagi budayanya sendiri, karena mereka mungkin jauh lebih hafal dan fasih budaya dan gaya hidup dari negeri seberang.

By: Muhammad Andityo

Alween Ong: Wirausahawati Sosial Sukses di Bidang Reparasi Ponsel

0 comments

Perempuan kelahiran Padang, 29 Januari 1985 silam, ini adalah pemilik CV Al-Company Indonesia. Anak kedua dari lima bersaudara ini sudah menekuni bisnis sejak duduk di bangku kuliah, Universitas Sumatera Utara (USU). Desakan untuk mencari biaya kuliah membuatnya harus pontang-panting berjualan buku bekas hingga ikat pinggang. 
Ide ini berawal dari seringnya ia mendapati ponsel teman kuliahnya rusak. Berbekal ponsel rusak yang dibelinya, Alween lantas mengutak-atik ponsel rusak itu dengan bantuan internet dan buku. Berkat ketekunan dan kerja kerasnya, ponsel yang rusak itu bisa kembali berfungsi. Dari situ, Alween lantas memberanikan diri membuka usaha jasa reparasi ponsel pada tahun 2006 di sekitar kampusnya dengan nama Clinic Handphone. 
Tidak hanya fokus di bidang bisnis saja, Alween dengan niat yang kuat untuk membagi ilmunya,  ia membuka lembaga pendidikan reparasi ponsel gratis berupa pelatihan yang diberikan cuma-cuma kepada mereka yang tak mampu tapi memiliki minat menjadi pengusaha. Harapannya, ialah mengurangi jumlah pengangguran. Selain itu, di dalam usaha tersebut juga terdapat kegiatan-kegiatan amal, mulai dari sunatan massal, hingga program sejuta koin 1000 untuk membangun desa tertinggal di Lesten, Gayo Luwes, Aceh.
Lewat usaha Clinic Handphone, usaha percetakan (printing) dan desain foto digital bernama Narsis Digital Printing. Omzet Alween Rp 60 juta perbulan. Padahal, saat membuka usaha, Alween meminjam uang teman senilai Rp 8 juta. Butuh waktu tiga tahun, usaha Alween berjalan stabil dan berkembang.Berkat kegigihan itu juga, Alween mendapat penghargaan sebagai wirausahawan muda dari Kementerian Pemuda dan Olahraga. Terakhir, ia menjadi delegasi Indonesia ke acara China-ASEAN Youth Camp yang membahas masalah perdagangan bebas. 
Keberhasilan yang diperoleh Alween tidak semudah membalikan kedua telapak tangan. Ia merasakan jatuh bangun dalam bisnisnya. Namun, semua itu dapat ia lewati berkat kegigihan, ketekunan dan optimisme dalam diri Alween yang patut di contoh, semuanya berawal dari niat yang tangguh dan kemauan untuk mengejar tujuan yang ingin kita capai. Selamat sukses!!

Edited by : Adetya Nuzuliani Rahma

Sumber :
http://liputan6.com