Darsono : Pendiri Universitas Pamulang (UNPAM)

0 comments

Darsono
Pria kelahiran Bantul, Yogyakarta ini berasal dari keluarga tidak mampu. Hal inilah yang membuatnya hampir saja tidak mengenyam bangku sekolah. Darsono juga sempat dilarang untuk meneruskan sekolahnya.Namun Darsono tidak patah semangat dalam meraih dan mengejar cita-citanya. Ia rela menjadi buruh di tempat pembuatan batu bata merah agar bisa mendapat biaya untuk melanjutkan sekolahnya. Hal yang sama ia lakukan pada saat hijrah ke Jakarta. Ia menjadi buruh, berdagang elektronik, serta menjadi guru.

Motivasi atas perjuangan Bpk. H. Darsono membuka Unpam dari nol hingga seperti sekarang. Semangat yang ditunjukannya patut ditiru, seperti halnya semangat banyak mahasiswa Unpam lainnya yang tetap terus melanjutkan kuliah dengan segala keterbatasannya. Bagi Darsono  tidak ada alasan orang tidak bisa kuliah di perguruan tinggi karena mahalnya biaya kuliah. Pria berusia 57 tahun berasal dari Yogyakarta  itu mendirikan Universitas Pamulang yang terletak di Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. 

Mahasiswa Unpam sebagian besar dari kalangan tidak mampu antara lain mereka yang berprofesi sebagai office boy, kuli bangunan dan pemulung. Motivasi mendirikan universitas yang murah bagi Darsono adalah obsesinya karena dendam masa lalunya yang kesulitan ketika bersekolah. Ia mengaku terpaksa pergi dari rumah, diusir ayahnya karena ngotot ingin sekolah. Darsono yang merantau ke Jakarta terlunta-lunta dan pernah menjadi office boy di salah satu perusahaan di Jakarta. Berkat keuletan dan ketelatenan yang penuh perjuangan cita-cita Darsono berhasil mendirikan Universitas Pamulang. Biaya kuliah di Unpam menurut Darsono sangat murah. Mahasiswa bisa mengangsur uang kuliahnya selama satu semester Rp 100 ribu per bulan

Edited : Lina Lisnawati

Bambu Bernilai Ade Supriatna

0 comments

Ade Supriatna
Bencana gempa yang terjadi pada Tahun 2009 di desa cisompet meninggalkan keprihatinan mendalam bagi Ade supriatna. Bagaimana tidak demikian, Warga desa yang sebelumnya mengandalkan hasil pertanian, tak bisa lagi bergantung pada lahannya. Akibat gempa perekonomian warga juga tak berdaya. Lahan-lahan sawah jadi tak optimal hasilnya. Ade tak sekadar prihatin dan tak berbuat apa-apa. Dia ingin mengajak warga desanya bangkit dari penderitaan dan melepaskan ketergantungan dari bantuan pihak lain. 
Ade sadar betul bahwa daerahnya memilki kekayaan bambu yang sangat potensial. Itulah sebabnya, dia bersama dua rekannya, menggagas pendirian Bambu Indah Nusantara (BIN) pada awal 2011. Mulanya, BIN mengajarkan masyarakat untuk membuat rumah ramah gempa dengan bahan dasar bambu. Ade yang pernah berkunjung ke Jepang, melihat banyak rumah tahan gempa di sana yang terbuat dari bambu. 
Selain membuat rumah bambu, warga juga mengolah bambu sebagai pengganti kayu untuk lantai, furnitur, barang kerajinan, dan aneka perkakas. Tentu keterlibatan warga itu tak serta merta. Ade harus lebih memberikan sosialisasi dan motivasi pada warga tentang banyaknya produk bisa dibuat dari bambu. Ade juga mengajarkan cara menebang batang bambu serta membelah bambu. Kemudian, BIN membeli bambu-bambu itu dengan harga Rp 5.000 per meter. 
Selain itu, BIN membeli bambu itu bertujuan mengurangi pengangguran. Selanjutnya dari hasil pemasaran bambu ini, BIN akan memberikan bibit pohon bambu sehingga tetap tercipta kesinambungan. Ade menetapkan konsep tebang satu batang bambu, tanam dua pohon bambu. Dengan program ini, BIN ingin masyarakat mau menanam dan memelihara bambu sebagai aset sekaligus mata pencaharian. Meski baru berjalan, BIN sudah mampu mengumpulkan omzet hingga mencapai Rp 20 juta per bulan. Dari penjualan bambu, warga Desa Cisompet pun bisa mengumpulkan omzet Rp 5 juta dari 1.000 batang bambu yang terjual per bulan.

Edited by : Lina lisnawati

Ambrosius Ruwindrijarto : Peraih Ramon Magsaysay Award 2012

0 comments

Ambrosius Ruwindrijarto
Ruwi begitu sapaannya, ia adalah laki-laki bersahaja kelahiran Grobogan, Jawa Tengah, 14 November 1971, itu bergabung dengan lima peraih penghargaan Ramon Magsaysay 2012 lainnya. Yaitu, Chen Shu-chu dari Taiwan, Romulo Davide (Filipina), Kulandei Francis (India), Syeda Rizwana Hasan (Bangladesh), dan Yang Saing Koma (Kamboja). Ruwi pun resmi masuk klub penerima penghargaan Ramon Magsaysay dari Indonesia. Dia menyusul jejak beberapa tokoh, antara lain mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), penulis Pramoedya Ananta Toer, dan mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
Bagi Ruwi, bersentuhan dengan alam bebas bukan barang baru. Dia melakukannya sejak berstatus mahasiswa di Fakultas Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB). Kala itu dia kerap melanglang ke alam bebas bersama Lawalata, unit kegiatan mahasiswa (UKM) di kampusnya."Setelah lulus pada 1997, dia membentuk Telapak bersama empat kawannya.  Motivasi awalnya adalah ingin tetap bekerja di bidang lingkungan hidup. Garis merah gerakan Ruwi dkk adalah tujuan mewujudkan kelestarian alam serta membangun ekonomi berbasis kerakyatan bagi nelayan, petani, dan masyarakat adat. Ruwi menjadi ketua organisasi itu pada 2006-2012.
Perkumpulan Telapak terus berkembang. Organisasi tersebut kini beranggota 240 orang dari beragam latar belakang profesi. Lewat organisasi itu pula, Ruwi berjuang membongkar kejahatan lingkungan yang marak terjadi di tanah air. Impian mereka adalah membuat sistem tandingan dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) serta mengembalikan kedaulatan petani, nelayan, dan masyarakat adat. Karena latar belakang anggota yang bervariasi, kegiatan Telapak sangat variatif. Yang concern di bidang perikanan, misalnya, membuat program ramah lingkungan dan menjauhi destructive fishing. Misalnya, yang dulu menghancurkan karang kini justru membudidayakan karang. Di bidang kehutanan, mereka membentuk koperasi pengelola hutan. Ruwi mengatakan, sekarang saatnya masyarakat adat dan petani hutan mengelola lahan sendiri."Salah satu program yang kini digarap Ruwi adalah pendampingan masyarakat adat Dayak Benuaq di Muara Tae, Kutai Barat, Kalimantan Timur

Edited by : Lina Lisnawati

Sumber : http://www.jpnn.com/read/2012/08/02/135559/Ambrosius-Ruwindrijarto,-Aktivis-Lingkungan-Peraih-Ramon-Magsaysay-Award-2012-
Gambar : www.rmaf.org.ph