Samsidar : Pejuang Perempuan Korban Konflik Aceh

Samsidar
Samsidar membangun kembali jalinan komunitas di Aceh, saat anyaman sosial telah dirusak oleh 30 tahun konflik bersenjata, pemerintahan militer, dan bencana alam. Dia mengaitkan korban perempuan satu sama lain untuk mempromosikan penyembuhan, kemudian membantu mereka terhubung kembali dengan keluarga dan perempuan lain dalam komunitas seiring upaya membangun kembali kehidupan.
Samsidar percaya bahwa perempuan korban konflik dan bencana di Aceh memiliki kapasitas tidak hanya untuk bertahan hidup, melainkan untuk membangun kembali kehidupan mereka dan berhasil. Untuk melakukan hal tersebut, mereka harus mulai menyembuhkan diri secara individu maupun kolektif, mengembalikan kepercayaan, dan menumbuhkan kembali infrastruktur komunitas mereka. Samsidar membantu para perempuan merancang solusi bagi masalah yang diakibatkan oleh hilangnya dan terkikisnya kepercayaan sosial. Dia mulai dengan mengumpulkan kelompok perempuan yang paling rentan  — mereka yang tinggal dalam kamp pengungsi dan mengalami kekerasan domestik dan pelecehan seksual tingkat tinggi, seringkali yang dilakukan oleh polisi dan petugas militer. Para perempuan ini membagikan pengalaman mereka kepada kelompok sebaya, menyusun prioritas nilai dan kebutuhan mereka untuk pulih, dan menerima bantuan untuk menjangkau tujuan tersebut. Samsidar mengembangkan kelompok dukung sebaya yang membantu perempuan membangun rumah sementara, menjamin pendidikan bagi anak-anak mereka – yang kebanyakan putus sekolah – dan memulai mengalami pemulihan ekonomi. Samsidar menambahi sumber daya lokal dengan bantuan tepat sasaran dari para rekan di sektor warga.
Samsidar sadar bahwa para perempuan di kamp akan sangat terkuatkan oleh dukungan dari mereka yang belum kehilangan rumah atau mengalami kerusakan setara. Saat mantan tetangga berkumpul dan menemukan kembali kesamaan nilai, mereka yang lebih beruntung seringkali mulai mendokumentasikan tindakan brutal kalangan polisi dan militer yang dialami para saudari mereka. Samsidar mengembangkan kemampuan orang awam untuk menjadi perantara legal sebagai cara untuk melakukan lobi hak perempuan korban di tingkat legal. Bersama-sama mereka membangun kepercayaan, solidaritas, dan interdependensi.
Samsidar menambahkan upaya lokal untuk membangun jalinan komunitas dengan upaya membangun lembaga yang berkelanjutan untuk memengaruhi kebijakan nasional. Dia menghidupkan kembali lembaga lokal Brakalai Syura Ureng Inong Aceh, ruang publik tradisional untuk perempuan. Komisi Nasional Kekerasan terhadap Perempuan mengadopsi mekanisme berbasis korban yang diterapkannya untuk melaporkan dan mendokumentasikan pelanggaran hak sipil, dan mulai menyebarkan metoda ini ke daerah lain di Indonesia. Dia juga mengembangkan sistem referal sehingga polisi, organisasi warga, dan penyedia layanan kesehatan dapat berkoordinasi untuk memenuhi kebutuhan perempuan korban.
Selain perempuan korban, yang tak kalah penting adalah sistem dukungan komunitas yang dicoba dibangun oleh Samsidar. Melalui RPUK (Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan), dia mengembangkan kegiatan relawan di antara aktivis hak perempuan dan korban perempuan sebagai kelompok dukungan sebaya. Untuk menyediakan dukungan kemanusiaan di daerah konflik, para relawan perempuan ini dilatih agar dapat berlaku adil melalui keterampilan fasilitasi dalam mendukung perempuan korban tanpa menumbuhkan ketergantungan. Di antara perempuan korban, sebagai pilihan lain, muncul juga kesepakatan untuk bekerja sama melalui kelompok simpan pinjam. Ratusan perempuan dari 5 daerah di seluruh Aceh bergabung dan bekerja dalam 7 kelompok. Seorang perempuan dapat memperoleh pinjaman untuk menjalankan usaha kecil yang diawasi oleh kelompok tersebut.
Dalam hal prosedur hukum, sementara orang lain berfokus pada pelanggar HAM, Samsidar berkonsentrasi pada perempuan korban dan cara masyarakat mendukung para korban ini. Bekerjasama dengan LBH APIK Aceh, tempat dia menjadi salah satu anggota Dewan Etik, Samsidar membangun dukungan berbasis komunitas dengan melatih paralegals. Dengan demikian Samsidar mengundang para keluarga korban untuk tidak menambah beban, melainkan menjadi pendukung internal. Dukungan komunitas, terutama dari kelompok perempuan, nyatanya merupakan dukungan terbesar yang diperlukan oleh korban dan keluarga. Untuk paralegal khusus, dia menyelenggarakan pelatihan dalam bidang prosedur litigasi, persiapan korban untuk dapat bicara di hadapan polisi, dukungan psikologis bagi individu, dan konseling kelompok. Kelompok perempuan ini kemudian menjadi sistem pendukung bagi perempuan korban untuk dapat pulih dari tekanan traumatis, meraih kekuatan tawar dalam proses negosiasi, dan meraih kembali kepercayaan diri dan kemerdekaan atas hak mereka menentukan masa depan sendiri.

Edited by : Lina Lisnawati

Sumber: http://indonesia.ashokalab.org/fellow/samsidar

0 comments:

Posting Komentar