Lale Alon Sari : Srikandi Tenun dari NTB

Kemiskinan begitu melekat pada kaum perempuan di Desa Batu Jai, Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Tak hanya itu, perempuan di desa ini juga kurang terpenuhinya hak-hak dasar hidup seperti jaminan kesehatan, kurangnya air bersih, terbatasnya pendidikan, mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), serta pengakuan terhadap peran mereka yang masih sangat minim.
Lale Alon Sari (45 th) prihatin dengan kondisi ini. Pada tahun 1987 ia pun turun ke dusun-dusun untuk memotivasi kaum perempuan berkumpul dan memberdayakan diri secara bersama-sama melalui Aliansi Peduli Perempuan Kembang Komak (AP2K). Hambatan yang kerap muncul diatasi Lale dengan mendekati kalangan adat dan perangkat desa serta kepala dusun sehingga kegiatan kaum perempuan ini tidak dianggap menentang tradisi dan berseberangan dengan program pemerintah desa.
Aliansi ini kemudian memilih pemberdayaan melalui keterampilan menenun yang telah dikuasai perempuan setempat secara turun-temurun. Dengan alat tenun yang dimiliki setiap keluarga, Lale mengajak mereka untuk mandiri, baik dari sisi permodalan, bahan baku, pemasaran sehingga tidak tergantung lagi pada pedagang pengumpul yang datang secara rutin ke desa tersebut. Ia kemudian membentuk Koperasi Wanita "Stagen" untuk mengatasi permodalan para penenun sekaligus mengatasi praktek rentenir. 
Lale menjaminkan tanah dan bangunan milik keluarganya untuk mendapatkan kredit dan juga menghibahkan tanahnya untuk pembangunan artshop yang menjual hasil tenun. Selain melalui artshop yang kerap dikunjungi turis lokal maupun mancanegara, Lela juga melobi pemerintah dan DPRD setempat agar mengkampanyekan pemakaian tenunan asli Lombok Tengah kepada para pelajar maupun PNS. Hasilnya, sejak 1 Januari 2012 lalu, Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah mewajibkan semua PNS mengenakan pakaian berbahan tenun setempat setiap hari Kamis. 
Ada enam puluh kelompok perempuan penenun dengan anggota 600 orang warga Desa Batu Jai yang saat ini tergabung dalam AP2K. Anggota kelompok ini bisa menghasilkan 2400 lembar kain tenun per bulan dengan beragam motif asli Lombok. Dengan harga yang bervariasi, mulai dari Rp 200 ribu hingga Rp 1 juta, para penenun mendapatkan hasil yang lumayan. Sebelum bergabung dalam kelompok tenun dan AP2K, dari satu lembar tenunan, biasanya hanya dapat untung Rp15-Rp20 ribu. Namun saat ini rata-rata untuk satu lembar bisa mendapatkan untung Rp100ribu. 
Jerih payah Lale memperjuangkan nasib kaum perempuan dari kain tenun tradisional akhirnya berbuah manis. Kesejahteraan perempuan di desa ini beserta keluarganya makin bertambah melalui produksi tenun yang meningkat, harga bahan baku lebih murah, harga jual yang lebih tinggi, saluran distribusi penjualan yang lebih banyak. Sehingga fungsi kain tenun ini tidak hanya mempesona pemakainya, namun kain berbahan benang lembut ini juga diharapkan mampu mempesonakan pembuatnya. 

By : Darastri Latifah

Sumber:
http://danamonawards.org/winnerprofile/5
https://achmadubaidillah86.wordpress.com/category/wirausaha/
Sumber Gambar: 
www.marketing.co.id 

0 comments:

Posting Komentar